Hikmah Malam: Sejarah Salat Tarawih Dilakukan Pertama Kali di Masjid Nabawi

Sejarah Salat Tarawih di Masjid Nabawi
Salat Tarawih di masjid nabawi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idSalat Tarawih merupakan salah satu ibadah sunnah di bulan Ramadan. Menurut sejarah, Nabi SAW pertama kali melaksanakan salat Tarawih di Masjid Nabawi.

Salat tarawih dikenal dengan sebutan qiyam Ramadan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Dikutip dari “Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq” Karya Syaikh Sulaiman Yahya Al-Faifi: qiyam Ramadan merupakan hukum Sunnah bagi laki-laki dan perempuan. Salat ini dibaca setelah salat Isya dan sebelum salat witir.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan untuk melakukan qiyam Ramadan, tetapi tidak mewajibkannya. Beliau bersabda,

“Barang siapa mendirikan salat malam di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Jamaah)

Sejarah Tarawih di Masjid Nabawi

Diceritakan dalam buku Tuntunan Shalat Sunnah Tarawih karya Shabri Shaleh Anwar, Rasulullah SAW pertama kali mengerjakan salat Tarawih yang saat itu disebut qiyam Ramadan pada tanggal 23 Ramadan tahun kedua Hijriyah di Masjid Nabawi. Pada saat itu, Rasulullah SAW tidak selalu mengerjakannya berjamaah di masjid. Adakalanya beliau mengerjakan di rumah.

Hal tersebut dijelaskan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang terdapat dalam kitab Bulughul Maram karya Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani (edisi Indonesia terbitan Shahih). Diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata,

“Suatu malam di bulan Ramadan, Nabi SAW melakukan salat di masjid bersama beberapa orang. Kemudian beliau melakukannya lagi di malam kedua lalu berkumpullah orang dalam jumlah yang lebih banyak dari malam pertama. Maka tatkala pada malam ketiga dan keempatnya, penuhlah masjid oleh manusia hingga menjadi sesak. Karena itu, beliau tidak jadi keluar menemui mereka. Orang-orang memanggil beliau, lalu beliau berkata, “Ketahuilah, perkara yang kalian lakukan itu tidaklah tersembunyi bagiku (pahala, sisi positifnya), akan tetapi aku khawatir akan dicatat sebagai kewajiban bagi kalian nantinya.” Di dalam riwayat al-Bukhari terdapat tambahan, “Lalu Rasulullah SAW pun wafat dan kondisinya tetap seperti itu (tidak dilakukan secara berjamaah di masjid).”

Hadits tersebut menerangkan sifat kehati-hatian dan kasih sayang Rasulullah SAW kepada umatnya. Beliau khawatir bahwa tindakannya melakukan qiyam Ramadan akan memberi dugaan kepada umatnya bahwa qiyam Ramdan telah diwajibkan.

Mengenai jumlah rakaatnya, Al-Iraqi dalam kitabnya Tharh at-Tatsrib mengatakan tidak dijelaskan bilangan rakaat yang dikerjakan Rasulullah SAW pada beberapa malam tersebut di masjid. Namun, ada sebuah riwayat dari Aisyah RA yang berkata, “Baik di bulan Ramadan maupun bulan lainnya, Rasulullah SAW tidak menambah lebih dari 11 rakaat.”

Istilah Tarawih Muncul Era Khalifah Umar

Menurut pendapat Imam al-Marwazi dalam kitabnya Qiyam Ramadhan, istilah Tarawih kemungkinan muncul pada masa Khalifah Umar bin Khaththab RA. Salat Tarawih berjamaah juga kembali dihidupkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab RA.

Ahmad Rofi Usmani dalam bukunya Pesona Ibadah Nabi menceritakan, pada suatu malam di bulan Ramadan, Umar bin Khattab RA dan beberapa sahabat pergi ke Masjid Nabawi. Setiba di masjid tersebut, mereka mendapati orang-orang melaksanakan salat dalam berbagai kelompok. Ada yang sedang melaksanakan salat sunah secara munfarid, ada pula kelompok kecil yang melaksanakan salat sunah berjamaah.

Melihat hal tersebut, Umar bin Khattab RA berseru kepada Abdurrahman Al-Qari, “Wahai Abdurrahman! Menurutku, lebih baik mereka disuruh berkumpul dan salat bersama seorang imam.”

Malam itu pula, Umar bin Khattab RA pun menunjuk Ubay bin Ka’b sebagai imam salat Tarawih secara berjamaah. Pada beberapa malam kemudian Umar bin Khattab kembali pergi ke Masjid Nabawi dan melihat orang-orang melaksanakan salat Tarawih.

Adapun jumlah rakaat salat Tarawih pada masa Umar bin Khattab RA, menurut Al-Iraqi, adalah 20 rakaat selain witir yang berjumlah 3 rakaat.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar