Kembali Pukul China, AS Setujui Undang-Undang HAM untuk Muslim Uighur

Muslim Uighur. Foto: getty images
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



WASHINGTON, hajinews.id – Amerika Serikat (AS) kembali meluncurkan ‘serangan’ kepada China di tengah panasnya hubungan kedua negara akibat konflik soal Hongkong.

Serangan terbaru AS datang dari Kongres yang menyetujui Undang-Undang yang akan memungkinkan mereka untuk menjatuhkan sanksi terhadap pejabat China yang terlibat penahanan massal umat Muslim Uighur di China.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebagaimana dilaporkan oleh AFP, pada Rabu (27/5) waktu setempat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS dengan suara hampir bulat setuju untuk mendukung diloloskannya Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) Uighur.

UU itu akan mengharuskan pemerintah AS untuk menentukan pejabat China mana yang harus bertanggung jawab atas langkah penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan pelecehan terhadap kaum Uighur dan minoritas lainnya.

“Jika Amerika tidak berbicara menentang (pelanggaran) hak asasi manusia di China karena ada kepentingan komersial, maka kami kehilangan semua otoritas moral untuk berbicara tentang pelanggaran hak asasi manusia di mana pun di dunia,” kata Ketua DPR Nancy Pelosi.

Hal senada juga disampaikan oleh Michael McCaul, Komite Urusan Luar Negeri DPR.

“Beijing berusaha untuk sepenuhnya menghapuskan seluruh budaya hanya karena tidak sesuai dengan apa yang oleh Partai Komunis China anggap sebagai ‘China,’” kata McCaul.

“Kita tidak bisa duduk diam dan membiarkan ini berlanjut,” katanya lagi. “Keheningan kita akan terlibat, dan kelambanan kita akan menjadi peredaan kita.”

Menurut laporan, setelah pemerintah AS menentukan pejabat China yang bersalah, mereka kemudian akan bisa membekukan aset apa pun yang dimiliki para pejabat itu di AS. Mereka juga bisa melarang para pejabat memasuki AS.

Salah satu pejabat China yang telah dianggap bersalah dan secara khusus disebut dalam UU itu adalah Chen Quanguo, ketua Partai Komunis di Xinjiang. Menurut laporan Tibet, Chen dikenal suka menekan minoritas yang tidak menurut.

Sebelumnya, kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan sedikitnya satu juta warga Uighur dan Muslim Turki lainnya telah dipenjara di kamp-kamp yang ada di wilayah Xinjiang, barat laut China. Mereka juga diduga menjadi korban pencucian otak besar-besaran di sana.

Di sisi lain, China pada awalnya telah menyangkal melakukan penahanan massal terhadap kaum minoritas. Namun kemudian China mengakui keberadaan tempat itu, namun menolak menyebutnya sebagai kamp-kamp penahanan. China mengatakan tempat itu merupakan pusat pelatihan kejuruan yang bertujuan untuk mencegah radikalisme Islam.

China juga telah melayangkan kritik pada AS ketika mengesahkan versi awal dari UU tersebut pada bulan Desember. Pada saat itu Kementerian luar negeri China menyebut AS munafik dan tidak kontra-terorisme.

“RUU ini secara sengaja merusak kondisi hak asasi manusia di Xinjiang, memfitnah upaya China dalam deradikalisasi dan anti-terorisme dan dengan kejam menyerang kebijakan pemerintah China di Xinjiang,” kata juru bicara kementerian luar negeri Hua Chunying.

Di luar masalah UU Hak Asasi Manusia Uighur ini, saat ini AS-China sedang berselisih seputar status Hong Kong. Itu terjadi setelah AS turun tangan mengawasi pemerintah Hong Kong yang belakangan banyak mengeluarkan Rancangan Undang-undang yang dianggap banyak pihak mencerminkan keinginan China untuk memperkuat cengkeramannya atas Hong Kong.

Salah satau UU kontroversial itu adalah UU Ekstradisi yang memungkinkan pelaku kriminal Hong Kong diekstradisi dan diadili di China. UU ini telah memicu demo besar di Hong Kong, daerah administrasi khusus China. Hal itu lantaran UU itu dianggap mengikis kebebasan warga Hong Kong yang dilindungi oleh aturan “satu negara, dua sistem”.

Aturan itu disepakati oleh China setelah Hong Kong diserahkan oleh Inggris kembali ke China pada tahun 1997 dengan jaminan bahwa kebebasan inti dan cara hidup kota itu akan dilindungi di bawah aturan itu.

AS, yang memberikan status khusus pada Hong Kong karena kota itu tidak menjalani satu pemerintahan dengan China, langsung mengambil tindakan ketika kebebasan Hong Kong mulai terancam.

Selama ini di bawah status khusus dari AS, Hong Kong memiliki kebijakan dan hak-hak istimewa yang tidak dimiliki China dalam berbagai hal, termasuk ekspor perdagangan dan kontrol ekonomi.

Pada 2019 lalu, AS telah menerbitkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi Hong Kong untuk membela kedaulatan pusat keuangan Asia itu. Namun baru-baru ini AS telah mengancam akan mencabut status khusus Hong Kong karena banyaknya tekanan yang didapat kota itu dari pemerintahan pusat.

“Tidak ada alasan yang dapat menyatakan bahwa hari ini Hong Kong bisa mempertahankan otonomi tingkat tinggi dari China melihat apa yang ada di lapangan,” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. (wh/cnbc)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar