Babak Belur! Ekonomi Terancam Luar Dalam, Apa yang Harus Dilakukan Jokowi?

Presiden Jokowi (foto: ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews – Di tengah perekonomian Indonesia yang baru merangkak pulih, berbagai ancaman ternyata sudah menanti. Mulai dari lonjakan kasus covid, kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS) dan China serta yang terbaru ledakan kredit macet.

Lonjakan Kasus Covid

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, Senin (14/6/2021) hingga pukul 12:00 WIB, ada tambahan kasus baru 8.189. Dengan demikian, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1,919 juta orang.

Usai lebaran, kasus Covid-19 secara nasional terus mengalami peningkatan. Pada Kamis (10/06/2021), kasus Covid-19 bertambah hampir 9.000 atau 8.892 orang dan menjadi yang tertinggi sejak Februari, dan dengan tren yang terus menanjak. Kemarin, kasus baru Covid-19 bahkan bertambah nyaris 10.000.

Bila penanganan covid harus ditangani dengan pembatasan mobilitas yang lebih ketat alias lockdown maka dimungkinan resesi bisa berlanjut. Sangat timpang bila dibandingkan dengan harapan pemerintah di kuartal II ini dengan pertumbuhan 8%.

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengungkapkan bahwa pengawasan pemerintah pusat dan daerah terhadap masyarakat harus diperketat.

Terutama kata Tri Yunis di daerah yang saat ini mengalami lonjakan paling tinggi seperti di Bangkalan dan Kudus. Menurut dia, kedua wilayah itu harus lockdown.

“Kalau gak nanti banyak masyarakatnya yang bepergian, itu kan salah. Menurut saya salah kaprah dari bupatinya, camatnya, lurahnya. menurut saya bener-bener salah. Harus dikoreksi, satgasnya harus dibenarkan pada tingkat kabupaten sampai desa,” jelas Tri Yunis kepada CNBC Indonesia

Dalam menerapkan lockdown di Bangkalan dan Kudus, kata Tri Yunis bisa meniru dari cara Singapura dan Malaysia. Masyarakat diberitahukan, kapan waktu berlaku, sehingga bisa bersiap-siap.

“Kalau habis, mereka bisa beli, tapi harus ada surat keterangan RT/RW,” kata Tri Yunis melanjutkan.

Sementara secara nasional, menurut Tri Yunis, pemerintah tidak perlu melakukan lockdown, mengingat ada konsekuensi ekonomi yang harus ditanggung. Lockdown cukup pada kecamatan dan desa yang dilalui pemudik.

Taper Tantrum di Depan Mata

Ancaman yang berasal dari global bagi stabilitas ekonomi Indonesia salah satunya taper tantrum yang terjadi di Amerika Serikat. Diketahui belakangan ini isu tapering terus mempengaruhi pasar keuangan global, terutama setelah AS merislis data tenaga kerja dan inflasinya. Dua data tersebut menjadi kunci bagi bank sentral AS (The Fed) untuk melakukan tapering.
Tapering merupakan kebijakan The Fed mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan.

Meski pasar tenaga kerja menunjukkan pemulihan dan inflasi sudah tinggi di AS, tetapi banyak yang berpendapat hal tersebut belum akan cukup bagi The Fed untuk melakukan tapering dalam waktu dekat.

CNBC International melaporkan The Fed kemungkinan sudah mulai mendiskusikan tapering di bulan ini atau bulan depan.

Meski demikian, pengumuman kapan tapering akan dilakukan baru akan dilakukan pada bulan September atau November. Dan tapering pertama akan dilakukan pada Desember tahun ini atau Januari tahun depan.

Sebagai informasi, pengumuman tapering yang terjadi di pertengahan 2013 lalu memicu taper tantrum yakni yield obligasi (Treasury) melesat naik, aliran modal kembali ke Negeri Paman Sam, dolar AS menjadi sangat perkasa. Alhasil, terjadi gejolak di pasar finansial global.

Oleh karenanya, saat ini The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell akan berusaha menghindari taper tantrum. Salah satu pemicu taper tantrum pada 2013 adalah pengumuman tapering yang mengejutkan pasar. Artinya pasar belum mengantisipasi hal tersebut.

Kali ini, The Fed akan berusaha terus memberikan update mengenai kebijakan moneter yang akan diambil, sehingga pasar lebih siap menghadapi tapering.

Bubble Properti di China

Ancaman dari global lainnya adalah bubble properti di China. Harga aset properti di China yang terus merangkak naik menimbulkan kekhawatiran bahwa real estate buble bakal meletus dan memicu krisis. Sebagai perekonomian terbesar kedua di dunia tentu saja dampak krisis di China jika terjadi akan dirasakan oleh negara-negara lain termasuk Indopnesia.
Pertumbuhan ekonomi China boleh saja mentereng. Namun sekali lagi ini menjadi bukti bahwa pertumbuhan tidak selalu disertai dengan stabilitas. Economic boom di China justru membuat spekulasi di sektor properti berkembang.

Harga rumah di Negeri Panda konsisten tumbuh terus dan tak pernah turun terutama sejak tahun 2015. Rasio harga rumah terhadap pendapatan masyarakat di China mencapai 133 kali. Bayangkan betapa mahalnya harga sepetak rumah di China.

Kenaikan harga properti cenderung membuat kredit yang disalurkan ke sektor ini pun meningkat. Para pengembang pun agresif melakukan ekspansi dengan menerbitkan surat utang. Masalahnya, laju gagal bayar surat utang di China terus tumbuh. Pada kuartal pertama tahun ini tercatat sebanyak 27% dari total hampir US$ 15 miliar gagal bayar (default) surat utang disumbang oleh surat utang pengembang properti.

Memang fenomena bubble tidak harus langsung diikuti dengan burst dalam waktu singkat. Namun yang pasti pada suatu titik harga sudah tidak bisa naik lagi karena permintaan akan turun ketika harga sudah kemahalan. Di saat itulah gelembung tadi pecah dan menimbulkan krisis. Jepang pada tahun 1990-an dan AS pada 2008 silam sudah mengalaminya. Kini ancaman tersebut mulai mengintai China.

‘Ledakan’ Kredit Macet

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berencana mengintervensi sektor-sektor yang sulit bangkit di masa pandemi Covid-19.

Sri Mulyani menjelaskan, kelompok slow starter mengalami kontraksi penjualan paling dalam, jauh di bawah industri. Kelompok ini mengalami dampak terdalam akibat Covid-19 dan sangat bergantung pada pulihnya aktivitas masyarakat.

“Kelompok slow starter yakni perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa-jasa. Ini kelompok mengalami knock down effect yang sangat dalam karena covid, korelasinya negatif. Ketika covid naik mereka turun, ketika covid turun mereka pulih tapi slow. Nah ini jadinya tidak simetris,” jelas Sri Mulyani, saat rapat kerja dengan Komisi XI, Senin (14/6/2021).

Sementara sektor ekonomi yang menjadi growth driver, kata Sri Mulyani, berasal dari sektor manufaktur. Meskipun terpukul, tapi sektor tersebut saat ini sudah mulai tumbuh. Return of asset-nya pun sudah mulai pulih, tercermin pada kuartal IV-2021 sudah mulai menyentuh 3,67%.

Kendati demikian, profitabilitas baik kelompok slow starter dan growth driver masih sangat rendah.

“Kemampuan membayar kelompok resilience berada di atas threshold 1,5 sementara kelompok slow starter dan growth driver di bawah threshold atau rendah,” jelas Sri Mulyani.

Hal itu, lanjut Sri Mulyani, akan membuat interest coverage ratio (ICR) atau kemampuan membayar, baik itu bagi kelompok slow starter dan growth driver perlu diintervensi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“ICR atau kemampuan untuk membayar pinjaman. Ini persoalan di OJK, untuk memberikan pinjaman. Untuk sektor yang semakin terpukul makin tidak mau (bayar), ini kita perlu intervensi,” tuturnya.

“Kalau yang terpukul pulih dan langsung dapat kredit baru. Tapi yang terpukul dan tidak pulih, bank akan menghindari untuk meminjamkan di sektor ini. Ini tantangan pemulihan ekonomi dan akan terus membahasnya di KSSK,” kata Sri Mulyani melanjutkan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta agar perbankan untuk mulai menambah pencadangan secara gradual.

“Perbankan tolong mulai mencadangkan, secara gradual,” ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

“Kita tidak tahu apa yang terjadi sehingga apabila ada nasabah yang tidak bisa recover, kita sudah punya cadangan yang cukup. Sehingga perbankan dan lembaga keuangan agar secara gradual membuat cadangan lebih preemptive,” jelasnya. (dbs).

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *