Menjadi NU Pada Waktunya

Menjadi NU Pada Waktunya
Satu Abad NU
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Tsaquf pidato berapi-api dan menggetarkan kalbu nahdliyyin. Gus Yahya menyebut satu abad NU ini sebagai abad tirakat (riyadhah) para wali dan kyai untuk mendigdayakan NU. Ajakannya kepada nahdliyyin, Indonesia dan dunia untuk menetap abad II NU dengan penuh semangat dan optimis. Pada abad II ini, NU tidak hanya ambil peran dalam usaha memajukan keislaman-keindonesiaan, tetapi juga memperluas cakupan perjuangan NU ke seluruh dunia. Landasan epistemologisnya telah dibahas dalam fikih peradaban.

Ke depan, NU bukan hanya kumpulan (jamaah) kyai dan santri kampung. Cendekiawan, pengusaha, birokrat, politisi dan masyarakat pada umumnya, dengan suka cita dan bangga menjadi bagian dari NU. Visi keagamaannya ingin menjadikan agama sebagai solusi bagi kehidupan umat manusia. Akhlakul karimah menjadi kode etik perilakunya dan peradaban nasional dan global yang damai merupakan tujuan akhirnya. NU menjadi sarana (wasilah) bagi terwujudnya dunia yang damai dan berperadaban.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disadari bahwa kekuatan NU bukan pada banyaknya aset dan amal usaha yang dikelola. Tentu saja, aset dan unit bisnis ini sangat penting karena dapat memberi manfaat dan menopang kegiatan NU dan kehidupan nahdiyyin. Tetapi itu bukan satu-satunya dan bukan yang paling utama. Sekarang sedang dilakukan berbagai penataan tata kelola yang baik agar kekayaan nahdliyyin yang dikelola NU menjadi jelas jumlah dan besarannya.

NU juga terus menggenjot badan usaha milik NU agar menjadi bagian dari upaya mendigdayakan NU di bidang ekonomi. Jumlah lembaga pendidikan (dasar hingga perguruan tinggi), lembaga sosial dan rumah sakit yang dikelola NU terus mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas. Hal ini akan menjadi kekuatan tambahan bagi NU untuk berkhidmah dalam banyak bidang kepada masyarakat. Di atas aset dan amal usaha, kecintaan nahdliyyin pada keislaman-keindonesiaan, peradaban dan kemanusiaan merupakan kekuatan dahsyat yang dapat menggerakkan seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai tujuan yang sama. Dan NU menjadi imamnya.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022-2027 hasil muktamar ke-34 NU di Lampung, telah dikukuhkan pada 31 Januari 2022 lalu. Agenda pengukuhan yang dilakukan di Balikpapan tepat di hari lahir NU yang ke-96 ini, seharusnya memiliki nilai dan spirit yang istimewa bagi pengurus yang baru.

Sepakat dengan esensi yang disampaikan oleh Rais ‘Am PBNU, KH. Miftahul Akhyar, bahwa pengukuhan bukan sekedar peresmian kepengurusan. Pengukuhan juga bukan hanya ajang sosialisasi dan pengenalan publik nama-nama pengurus yang duduk di jajaran PBNU.

Pengukuhan PBNU, hakikatnya, merupakan baiat terbuka, lahir dan batin, bahwa nama-nama yang disebut akan melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh, sesuai program kerja dan kebijakan pimpinan. Baiat merupakan perjanjian untuk mendengar dan menaati (al-‘ahd ‘ala al-sam’I wa al-th’ah) titah organisasi.

Janji itu diucapkan dihadapan dan disaksikan presiden dan wakil presiden pula. Allah SWT juga mendengarnya. Para pengurus berjanji untuk hadir dan berkomitmen mewakafkan waktu dan pikirannya, bukan hanya saat rapat tetapi juga dalam keseluruhan harinya demi terwujudnya cita-cita NU saat dilahirkan. Tak boleh ada lagi cerita, seorang pengurus NU hanya terlihat kehadirannya dalam dua kali kesempatan: saat dikukuhkan dan saat muktamar, dan setelah itu hilang.

Pengukuhan PBNU yang dilakukan di Ibukota Negara (IKN) ini mengambil tema sangat penting, yaitu Menyongsong 100 Tahun NU: Merawat Jagat Membangun Peradaban. Suatu tema ‘out of the box’ yang esensinya hendak mengembalikan NU pada pada khittah asasinya. Kelahiran NU bukan sekedar merawat tradisi saja, tetapi juga perdamaian dan peradaban. Melalui tema itu hendak ditegaskan bahwa lingkup perjuangan NU bukan sekedar Indonesia, bahkan lebih dari itu. Gambar jaqat yang ada dalam logo NU adalah buktinya.

Keluar dari Tradisi

Banyak yang skeptis mengenai mimpi besar NU untuk merawat jagat dan membangun peradaban. Mampukah NU mewujudkannya di tengah mayoritas nahdliyyin yang gampang sekali disibukkan dengan isu ikhtilaf mengenai furu’iyyah? Sanggupkah santri-santri itu berpikir tentang perdamaian global di tengah berbagai keterbatasan dirinya? Bisakah NU merubah dirinya, dari yang biasa menjadi luar biasa? Jawabannya, mampu, sanggup dan bisa. Gus Dur sudah membuktikannya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *