Menjadi NU Pada Waktunya

Menjadi NU Pada Waktunya
Satu Abad NU
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dalam buku Menghidupkan Gus Dur (2021:125) menyatakan bahwa Gus Dur telah berhasil mengubah wawasan keagamaan NU dan membuat NU jauh lebih terbuka dan inklusif. NU sudah terbiasa dan mampu menerima berbagai perbedaan pemikiran keagamaan (tauhid, tasawuf dan fikih). Bahkan perbedaan itu diinstitusionalisasikan dalam doktrin ahlussunnah wal jamaah.

Relasi NU dengan Pancasila sudah selesai dan final. NU sudah tidak butuh debat lagi soal bentuk negara. Bentuk negara merupakan perkara ijtihadi. Asal mampu mewujudkan kemaslahatan dan perdamaian, serta dapat menjadi wasilah bagi tetap tegaknya Syariat, apapun bentuk negaranya, itu sudah cukup islami.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

NU juga telah berhasil memerdekakan diri dari kooptasi politik. Gerakan kembali ke Khittah NU 1926 yang dimulai pada Muktamar NU di Sitobondo, telah membuka mata NU tentang pentingnya politik tetapi juga harus tahu bagaimana cara bermain politik. NU merupakan jam’iyyah nahdliyyah bukan jam’iyyah siyasiyyah.

Tidak semua tradisi itu kolot dan identik dengan terbelakang. Ada tradisi, yang betapun kunonya, tetap dijaga dan dirawat karena tradisi itu tidak bertentangan dengan Syariat. NU sudah menyelesaikan hal itu melalui kaidah “menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik” (al-muhafadhat bi al-qadim al-shalih wa al-akhd bi al-jadid al-aslah). Bagi NU, soal qunut, tahlilan, manaqiban atau rukyatul hilal akan tetap seperti itu dan tidak akan menganggu upaya merawat jagat ini.

Jalan Perubahan

Yang perlu dilakukan kini adalah mengelola jam’iyyah NU agar kompak dan serempak bergerak menuju pada satu tujuan. Harus diakui, selama ini sering terjadi perbedaan langkah antara NU dengan nahdliyyin. NU dan nahdliyyin seperti dua entitas yang kurang padu dan tidak selalu bersama. Konteks ini umumnya berkaitan dengan amal usaha (sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi, dan lain-lain) yang dimiliki NU dan nahdliyyin.

Hal ini mungkin menjadi kelemahan, tetapi bisa jadi merupakan kekuatan NU. Soal amal usaha, NU memang tidak bisa menolak jika dibanding-bandingkan dengan ormas Islam lain. Tetapi ini bukan satu-satunya alat ukur keberhasilan organisasi.

Dalam soal ekonomi dan amal usaha, NU memang memiliki kekhasan. Kekhasan ini bagian dari tradisi yang semestinya dapat segera diperbaiki. Keberhasilan membangun kemandirian ekonomi pasti sangat menunjang cita-cita merawat jagat dan membangun peradaban. Dengan lain kata, NU memang perlu terus berbenah dan berubah. Selain harus ngaji fiqih, NU juga perlu ngaji sugih.

Siapapun dan apapun, pasti akan mengalami perubahan. NU dan nahdliyyin juga akan mengalami perubahan. Jalan perubahan perlu dirintis dan dibuat. Jalan perubahan perlu dikenali dan dipelajari. Tradisi akan membantu NU saat menjalani dan mengisi jalan perubahan itu. Tradisi akan memastikan bahwa NU tetaplah NU, tetap punya akar dan mengakar, meski situasi dan kondisi telah berubah. Jelang satu abad, NU tentu harus berubah. Zamannya berubah. Generasinya berganti. NU memiliki modal untuk melewatinya dengan sukses.

Dalam sambutannya di acara pengukuhan, presiden menantang NU untuk membangun database berbasis teknologi, artificial intelligence, edutech platform, termasuk membangun learning management system yang memungkinkan seluruh santri dapat mengakses kitab-kitab rujukan dan ngaji dengan kyai kredibel dengan mudah. Wajah NU akan sangat berbeda jika tantangan itu berhasil dijawab.

Banyangan tentang NU dan para santri tidak hanya melulu berkutat dengan kitab kuning. Tradisi keagamaan ala ahlussunnah waljamaah pasti masih dikukuhi dengan kitab kuning sebagai rujukannya. Selain itu, santri-santri NU juga makin familiar dan fasih berbicara tentang dunia digital dengan segala bisnis di dalamnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *