Hikmah Pagi: Perjuangan Nabi Muhammad SAW Dalam Persepsi Kiwari, Sebuah Jalan Kepemimpinan dalam Perubahan Sosial

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Maria A.Alcaff

Saat ini, terutama di media sosial, begitu ramainya bahasan, ulasan tentang kondisi hari ini. Dan, tentu saja yang menjadi “hot issues” saat ini tentang capres.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sambil membuka-buka laman twitter yang sedang hingar bingar dengan aneka postingan tentang capres ini, penulis menemukan beberapa tweet yang pernah kami posting namun lebih sederhana, yaitu tentang kisah Nabi Muhammad SAW.

Penulis mencoba menggambarkan Nabi Muhammad SAW muda dalam sejarah perjuangannya lewat “bahasa yang lain.”

Penulis tidak akan membuka halaman sejarah Nabi saat di dalam kandungan yang sudah menjadi yatim. Namun pada saat Nabi beranjak dewasa saat beliau sudah berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Muhammad muda diasuh dalam kultur teredukasi. Beliau dibesarkan oleh kakeknya yang tokoh terkemuka, Abdul Muthalib, Ayah dari ibunda beliau, Aminah. Penulis berpandangan, sebagai tokoh masyarakat dari Bani Hasyim, tentu sang kakek memberikan pola didik yang sangat intelek, hingga “social consciousness” Nabi terbangun. Di usia 20 tahun, Nabi terhimpun dalam organisasi Hilful Fudul, bersama pemuka-pemuka Mekkah.

Hilf al-Fudul adalah sebuah persekutuan para pemuka di Mekkah, termasuk Muhammad muda, yang terjadi pada abad ke-7 sebelum masa kenabian. Persekutuan ini diadakan untuk menjaga ketertiban dan keadilan dalam perdagangan, yang menjadi urat nadi kehidupan penduduk Mekkah (sumber Wikipedia).

Artinya Nabi sudah mulai terjun di organisasi kemasyar.akatan dalam bidang sosial ekonomi. Membangun roda ekonomi di jalur perdagangan berbasis tertib berkeadilan. Cikal bakal Ekonomi Syariah kah jika kita lihat dari kacamata kiwari?

Sikap amanah Nabi bukan dalam hal berdagang saja, tapi juga dalam memutus hal-hal keragaman lainnya di lingkungan sosialnya. Hingga beliau dipercaya sebagai Qadi.

Qadi adalah pemutus perkara, atau sekarang sejajar Dewan Pembina dalam organisasi, atau Majelis Pertimbangan. Dan karena beliau sangat adil dan amanah, maka makin bertambah predikat positif untuknya yaitu Al Amin (Pemimpin Amanah/Terpercaya).

Tidak heran dengan prestasi tersebut, pemilik modal terbesar ketika itu, pengusaha wanita kaya raya, Khadijah r.a, mempercayakan manajemen bisnis expor-impornya di jalur Mekkah-Syam (Syam adalah Syria sekarang) pada Muhammad muda. Dan dari bisnis inilah Nabi mulai mapan.

Kehidupan mapan Nabi tidak membuat beliau buta kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat Mekkah pada masa kepemimpinan Bani Quraisy yang menganut aborsi, dekat dengan perjudian dan miras, serta kebijakan politik yang mempertahankan status quo.

Belum lagi penyelewengan atas Milah Ibrahim (agama warisan yang dianut saat itu). Orang-orang begitu mudahnya menuhankan keduniawian, merubah Ka’bah menjadi sarang berkembangnya berbagai aliran. Membuat sarat dengan potensi konflik primordial, serta perpecahan.

Bagaimana mungkin negeri kaya raya dengan jalur ekonomi internasional yang kuat tapi rentan untuk hancur?

Darun Nadwah sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Mekkah yang sangat majemuk (saat itu ada lebih dari 300 bani/suku) tidak optimal mewadahi aspirasi masyarakat. Inilah yang menjadi concern Nabi karena beliau adalah pemuda yang cinta tanah air.

Keresahan inilah yang membuat Nabi sering melakukan kontemplasi. Tafakur di tempat terpencil di Jabbal Tsur, gua Hira’. Memikirkan nasib negeri yang “sedang tidak baik-baik saja”.

Transendensi ini membuat Allah Ta’ala mengirimkan Jibril untuk membisikkan Wahyu Pertama, “IQR.A!” – “BACALAH!”

Bacalah kondisi sosialmu yang carut marut. Kejahatan, degradasi nilai-nilai kemanusiaan, potensi perpecahan menjadi atmosfir gelap (Jahiliyah) yang siap menenggelamkan negeri. Bergetar Nabi bukan karena takut akan bisikan tersebut, melainkan pada proyeksi perubahan yang harus diemban sebagai amanah besar.

Perjuangan ini menjadikannya seorang Teolog, Ideolog, Sosiolog, Ahli Strategi, Leadership tangguh.

Dalam perjalanan karir masa mudanya, Nabi yang sudah populer dengan predikat sosialnya justru terjungkal dengan kehilangan semua predikat tersebut.

Sebutan The Judge & The Trusted One (Qadi dan Al Amin) hancur lebur berubah menjadi Pembohong, Tidak Waras, dan sebutan negatif lainnya manakala Nabi bersuara atas nama Wahyu.

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Quraisy saat itu justru menjadikan kecarut-marutan ini sebagai dagangan politik guna mempertahankan status quo. Perubahan yang diperjuangkan Nabi berhadapan dengan Pemerintah Negeri, di satu sisi, dan di sisi lain adalah aspek pembongkaran budaya Jahiliyah untuk kembali kepada nilai-nilai luhur kemanusiaan.

Tidak mudah membangun kolaborasi bersama para pemikir lain, namun kepribadian dan pendekatan Nabi memikat banyak tokoh (dikenal kemudian dengan sebutan Sahabat Nabi) yang akhirnya berdarah-darah bersama berjuang sebagai “Agent of Change.”

Penulis hanya menukil kisah perjuangan Nabi bersama para Sahabat hingga Wahyu Ilahi menjadi pranata nilai lalu kemudian menjadi Konstitusi di negeri Mekkah. Perjalanan Nabi lebih lanjut tidak penulis paparkan karena sengaja penulis hanya mengaitkannya dengan kondisi sosial politik di negeri kita sekarang ini.

Yang jelas, Nabi tidak berhenti berjuang hingga nafas terakhir. Allahumma shalli alaa sayyidina Muhammad wa ala aali sayyidina Muhammad, duhai Nabiku, hanya cinta pada ajaranmu lah yang akan membawa pada kebaikan, duniawi dan ukhrawi.

Sejarah akan terus berulang. Saat ini pun, kita sedang tidak baik-baik saja.

Bagi pejuang-pejuang yang sedang berupaya untuk perubahan saat ini, sejarah perjuangan Nabi sangat bisa dijadikan referensi.

Baca kondisinya, proyeksikan alur juangnya, bekerja sama dan berkolaborasi. Sangat penting menemukan figur kepemimpinan yang cerdas, amanah, visioner, serta ahli strategi.

Perubahan bukanlah kado atas sebuah keinginan mati-matian, namun hasil dari perjuangan tanpa henti, bukan sebatas pada keinginan saat ini, namun pada pembangunan yang nantinya akan dilewati oleh anak cucu kita, sebagai jalan perjuangannya dalam napak tilas sejarah sebagai sunnatullah.

Wallahu a’lam bishshawab.

Jakarta, 6 Mei 2023.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *