Imam Nawawi rahimahullah berkata,
Adapun hukum seorang pria melihat dan memandang mahramnya, pendapat yang paling kuat (perselisihannya tidak terlalu kuat dalam madzhab, pen.), yang boleh dilihat hanya yang di atas pusar dan di bawah lutut. Ada pendapat lain pula (dalam madzhab Syafi’i) yang mengatakan hanya boleh melihat seperti keadaan ketika berkhidmat dan beraktivitas dalam rumah. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 4: 30).
Maksud Imam Nawawi yaitu boleh terlihat bagi mahram hanyalah yang wajar dilihat seperti wajah, rambut, leher, telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu berarti termasuk aurat dan tidak boleh ditampakkan berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam …” (QS. An-Nur [24]: 31).
Yang disebutkan setelah suami dalam ayat ini adalah mahram dari wanita. Boleh menampakkan perhiasan pada mahram tersebut. Namun bukan dengan sengaja ingin memamerkan perhiasannya dan bukan pula untuk bermaksud bersolek. Demikian disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (5: 528) karya Ibnu Katsir rahimahullah.
Allahu Ta’ala a’lam bisshowab
Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR.MUSLIM]
Oleh: Ustadz Khalid Basalamah: