Ternyata, Negara yang Terapkan Vaksin BCG Miliki Kasus COVID-19 Lebih Rendah

Foto: shutterstock
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id-Para ilmuwan hingga saat ini belum menemukan obat maupun vaksin untuk menangkal COVID-19. Namun, sebuah studi terbaru menyebutkan bahwa angka kematian akibat COVID-19 cenderung lebih rendah di negara yang mewajibkan pemberian vaksin BCG. Vaksin ini diduga memiliki peran penting dalam sistem kekebalan tubuh pasien.

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi SARS-CoV-2 . Sementara itu, vaksin bacillus Calmette-Guerin (BCG) digunakan untuk menangkal patogen (bibit penyakit) yang sama sekali berbeda dengan coronavirus. Lantas, apa kaitan antara keduanya? Simak informasi selengkapnya berikut ini.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menukil laman hellosehat.com, tingkat keparahan COVID-19 di tiap negara berbeda-beda, dan hal ini belum diketahui alasannya. Banyak ilmuwan pun mencoba menjawab pertanyaan ini melalui berbagai penelitian, salah satunya membahas hubungan antara vaksinasi BCG dan COVID-19.

Menurut penelitian tersebut, negara yang mewajibkan vaksinasi BCG memiliki angka kasus dan kematian akibat COVID-19  yang lebih rendah. Bahkan, angka kematian ini enam kali lipat lebih rendah dibandingkan negara tanpa kewajiban vaksinasi BCG.

BCG merupakan vaksin untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TBC). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri M. tuberculosis. Vaksin BCG diberikan di banyak negara, terutama negara dengan angka kasus TBC yang tinggi seperti Indonesia.

Gonzalu Otazu selaku pimpinan penelitian tersebut mulai mempelajari pengaruh vaksin BCG setelah melihat rendahnya kasus COVID-19 di Jepang. Beda dengan kebanyakan negara, Jepang kini masih bisa mengatasi COVID-19 tanpa menerapkan lockdown.

Otazu melansir sejumlah studi pendahulu yang menyebutkan bahwa vaksin BCG tidak hanya efektif melawan TBC, tapi juga penyakit lain. Ia dan timnya pun mengumpulkan data terkait negara mana saja yang mengharuskan warganya mendapat vaksin BCG.

Mereka berfokus pada negara-negara berpenghasilan tinggi dengan kasus COVID-19 yang tinggi. Amerika Serikat dan Italia misalnya, hanya menyarankan vaksinasi BCG bagi orang-orang yang berisiko terjangkit TBC.

Sementara itu, Spanyol, Prancis, Jerman, Iran, dan Inggris dulu mewajibkan vaksinasi BCG massal, tapi menghentikannya beberapa puluh tahun lalu. Tiongkok menerapkan kebijakan vaksinasi BCG, tapi tidak dijalankan dengan baik hingga tahun 1976.

Di sisi lain, Jepang dan Korea yang tampak berhasil menghadapi pandemi COVID-19, memiliki kebijakan vaksinasi BCG yang berjalan dengan baik. Sayangnya, Otazu tidak mempelajari kondisi negara berpenghasilan rendah karena tidak bisa disimpulkan.

Salah satu penelitian yang paling awal membahas kaitan vaksinasi BCG dan COVID-19 dilakukan oleh Mihai Netea, seorang ahli penyakit infeksi dari University Medical Center di Belanda.

Menurut penelitian Netea, vaksin BCG membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap serangan patogen. Setiap ada patogen yang menyerang dengan cara yang mirip bakteri TBC, tubuh dapat melawannya dengan sistem kekebalan yang lebih kuat.

Vaksin BCG dibuat dari bakteri TBC yang sudah dilemahkan. Jadi, bakteri ini tidak akan menyebabkan penyakit saat berada dalam tubuh. Sebagai gantinya, sistem imun justru menggunakan bakteri TBC sebagai penanda bila suatu hari tubuh terserang infeksi.

Jika sewaktu-waktu Anda terkena virus atau bakteri, sistem kekebalan tubuh sudah siap dengan pertahanan yang diperlukan untuk melawan patogen tersebut. Rupanya, sistem pertahanan dari vaksin BCG juga berpotensi mencegah COVID-19.

Walaupun belum dapat dipastikan, sedikitnya enam negara kini melakukan uji coba dengan memberikan vaksin BCG kepada tenaga kesehatan dan lansia. Pasalnya, mereka adalah kelompok yang paling berisiko terjangkit COVID-19.

Mereka akan dipantau selama beberapa pekan untuk melihat apakah vaksin ini ampuh menangkal SARS-CoV-2. Hingga diperoleh hasil penelitian terbaru, para ilmuwan masih harus berupaya menemukan cara mengatasi atau mencegah penularan COVID-19.

Otazu turut mengatakan sekalipun vaksin BCG terbukti efektif mencegah COVID-19, ini bukan alasan untuk menimbun vaksin seperti halnya masker dan hand sanitizer. Pada akhirnya, hal ini belum dapat dipastikan sebelum dilakukan uji klinis.

Pemberian vaksin BCG juga bukanlah satu-satunya cara untuk menghambat penularan COVID-19. Pandemi ini hanya dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan tangan, membatasi jarak melalui physical distancing, serta memelihara daya tahan tubuh.

Tidak ada satu pun negara yang mampu menghadapi COVID-19  hanya karena seluruh warganya pernah mendapatkan vaksin BCG. World Health Organization (WHO) pun belum mengonfirmasi kebenaran penelitian baru ini.

Maka dari itu, setiap orang perlu ambil bagian dalam melakukan upaya pencegahan demi menekan angka kasus dan kematian. (wh/hellosehat)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *