Aku Kehilangan Indonesia

Aku Kehilangan Indonesia
Yusuf Blegur. Ilustrasi: KBAnews


banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Yusuf Blegur

Hajinews.co.id – Haruskah mengukur keberhasilan dan kemajuan Indonesia pada kepemilikan atas harta, jabatan dan kekuasaan yang melekat hanya pada diri, kekuarga dan golongan kita sendiri?.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Aku bertanya pada Ayahku, Ayah kenapa aku dilahirkan sebagai orang Jawa. Kenapa yang lainnya lahir sebagai orang Batak, orang Sunda, orang Bugis, orang Dayak, orang Timor, orang Papua dan sebagainya.

Kemudian aku bertanya lagi pada Ayahku, Ayah kenapa aku dilahirkan sebagai orang Islam. Kenapa yang lainnya lahir beragama Kristen, sebagai orang Hindu, sebagai orang Budha, sebagai orang Kepercayaan, sebagai orang Atheis dan lainnya.

Lalau aku aku bertanya lagi pada Ayahku, Ayah kenapa aku dilahirkan dari orang tua yang biasa saja. Kenapa yang lain lahir dari orang tuanya yang raja, lahir dari orang tuanya yang ninggrat dan bangsawan, lahir dari orang tuanya yang pemimpin dan tokoh-tokoh yang hebat, lahir dari orang tuanya yang terkenal dan banyak jasanya dan masih banyak lagi dari keturunan orang-orang yang luar biasa dan menakjubkan.

Aku juga bertanya pada Ayahku dan ini yang paling penting kurasakan. Ayah, kenapa aku dilahirkan dari orang tua yang miskin dan terpinggirkan, kenapa yang lainya lahir dari orang tua yang kaya dan terpandang. Kenapa aku dilahirkan dari keluarga yang susah dan serba kekurangan, kenapa yang lainnya hidup mewah dan berlebihan. Kenapa banyak yang hidup tertindas dan menderita. Sementara yang lainnya hidup dengan fasilitas dan perlindungan istimewa yang melampaui batas, dengan kenikmatan bak surga dunia.

Ayahku diam seketika, sedikit merenung dan agak lama menjawabnya. Terbersit dalam hatiku, aku merasa bersalah menyampaikan pertanyaan yang membuat Ayahku terlihat murung dan ada raut kesedihan diwajahnya. Mungkin Ayahku ragu menjawabnya, atau setidaknya berhati-hati dan dari mana harus mulai menjawab semua pertanyaanku.

Akhirnya Ayahku menjawab semua pertanyaanku yang banyak itu yang mungkin dianggapnya sulit. Jawabannya tidak panjang lebar, boleh jadi karena Ayahku tidak mau terjebak dalam kerumitan pembahasannya. Atau bukan bermaksud “under estimate” terhadap Ayahku. Ilmu dan pengetahuan Ayaku yang memang terbatas. Dengan perlahan ia berkata. Itu sudah takdir anakku, sebutnya.

Aku seperti tidak puas dan menggerutu kecil dalam hati. Pertanyaanku yang panjang dari A sampai Z, oleh Ayahku cukup dijawab dengan itu sudah menjadi kententuan Allah, Tuhan Sang Pencipta Yang Maha Besar dan Maha kuasa. Mendengar jawaban singkat Ayahku, aku membatin mungkin saja Ayahku merasa pertanyaanku sama dengan yang menjadi pertanyaannya selama ini yang tak terungkap. Bisa saja, Ayahku dulu bertanya seperti itu kepada Kakekku.

Aku berusaha menerima dan memaklumi jawaban Ayahku yang seperti itu. Sejenak akupun terdiam, berusaha menenangkan diri. Aku bersikeras menerima jawaban Ayahku. Tapi rasa penasaran menguasai pikiranku, aku tak sanggup melawan pemberontakan hati dan rasa keingintahuanku yang lebih. Bukan aku meragukan kebenarannnya dari apa yang diungkapkan Ayahku. Tidak sedikitpun, tidak secuilpun aku menyangkal fakta dan keyakinan itu. Aku bertanya lagi pada Ayahku, aku ingin lebih jauh lagi, lebih dari sekedar bahwa semua itu sudah menjadi ketentuan Tuhan.

Tapi Ayah, lirihku. Kalau itu kehendak Tuhan, kenapa Tuhan membiarkan kesenjangan itu. Kenapa Tuhan membiarkan kepincangan itu bahkan yang sudah menjadi penyimpangan. Aku seperti memberondong Ayahku dengan peluru pertanyaan ketidakpuasanku. Tanpa memberikan kesempatan Ayahku menghela nafas, aku terus melanjukan pertanyaan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *