Kultum 474: Tidak Berdoa Itu Sombong dan Bakhil

Tidak Berdoa Itu Sombong dan Bakhil
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Imam Al-Mubarak Furi berkata bahwa orang yang meninggalkan doa berarti sombong dan merasa tidak lagi membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Sementara itu, Imam At-Thaibi berkata bahwa Allah Subhanahu wata’ala sangat senang bila dimintai karunia-Nya, maka barangsiapa yang tidak memohon kepada Allah, maka ia berhak mendapat murka-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa permohonan hamba kepada Allah merupakan kewajiban yang paling agung dan paling utama, karena menghindar dari murka Allah adalah suatu yang menjadi keharusan (lihat: Mura’atul Mashabih, 7/358).

Satu hal yang tidak banyak diketahui adalah bahwa doa mampu menolak takdir Allah, berdasarkan hadits dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الْدُعَاءُ

Artinya:

Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa (HR. At-Tirmidzi, 8/305-306).

Dalam hal ini, Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa yang dimaksud adalah, takdir yang tergantung pada doa dan berdoa bisa menjadi sebab tertolaknya takdir karena takdir tidak bertolak belakang dengan masalah sebab akibat, bisa jadi terjadinya sesuatu menjadi penyebab terjadi atau tidaknya sesuatu yang lain termasuk takdir. Misalnya berdoa agar terhindar dari musibah, keduanya adalah takdir Allah. Boleh jadi seseorang ditakdirkan tidak berdoa sehingga terkena musibah dan seandainya dia berdoa, mungkin tidak terkena musibah, sehingga doa itu ibarat tameng dan musibah laksana panah (lihat: Mura’atul Mafatih, 7/354-355).

Ketika Syaikh Utsaimin ditanya, “Kita sering mendengar orang berdoa, ‘Ya Allah kami tidak memohon agar takdir kami dirubah akan tetapi kami meminta kelembutan dalam takdir tersebut. Apakah doa tersebut dibolehkan?’” Beliau menjawab, “Berdoa seperti itu dilarang dan haram sebab doa bisa merubah takdir seperti yang telah disebutkan dalam hadits di atas. Bahkan orang yang berdoa seperti itu menantang Allah dan seakan mengatakan, “Ya Allah takdirkanlah kepadaku apa saja yang Engkau kehendaki tetapi berilah kelembutan dalam takdir tersebut”.

Lantas bagaimana? Seharusnya orang yang berdoa berketetapan hati dalam doanya, seperti misalnya mengucap, “Ya Allah kami memohon rahmat-Mu dan kami berlindung dari siksaan-Mu”, dan doa semisalnya. Apabila seorang berdoa kepada Allah agar tidak dirubah takdirnya, maka apa manfaatnya sementara doa bisa merubah takdir, dan bisa jadi takdir tersebut hanya bisa berubah lantaran doa. Yang penting doa tersebut di atas tidak boleh dan hendaknya dihindarkan serta barangsiapa yang mendengar doa seperti itu sebaiknya menasehatinya (lihat: Liqa’ Babul Maftuh 5/45-46).

Perlu juga dipahami bahwa orang yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu berdoa berdasarkan hadits Nabi sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ عَنِ الدُّعَاءِ

وَأَبْخَلُهُمْ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ

Artinya:

Orang yang lemah adalah orang yang meninggalkan berdoa dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil terhadap salam (HR. Al-Haitsami). Hadits ii terdapat dalam itab Majma’ Az-Zawaid, dan Thabrani, Al-Ausath. Al-Mundziri, dalam kitab At-Targhib berkata Sanadnya Jayyid (bagus) dan dishahihkan Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah 2/152-153 No. 601.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *