Hikmah Malam: Tawakal Namun Tidak Mau Berusaha

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Kajian kali ini membahas tentang talbis iblis terhadap kaum sufi terkait klaim tawakal namun tidak mau berusaha dan tidak siap-siaga dalam persoalan harta.

Diriwayatkan dari Dzun Nun Al-Mishri, dia bercerita: “Aku sudah berkelana bertahun-tahun. Selama itu aku tidak pernah benar-benar bertawakal kepada Allah kecuali sekali saja. Suatu ketika aku mengarungi lautan dengan menumpang sebuah perahu. Tiba-tiba perahu yang aku tumpangi itu pecah dan aku pun berpegangan pada kayu dari pecahan perahu itu. Aku bergumam dalam hati: ‘Jika Allah tetapkan engkau akan tenggelam, kayu ini tidak akan berguna untukmu.’ Maka aku melepaskan kayu tersebut dan berenang di air hingga tiba di tepi pantai.”

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Diriwayatkan juga dari Muhammad, dia berkata: “Aku bertanya kepada Abu Ya’qub Az-Zayyat tentang hakikat tawakal. Az-Zayyat mengeluarkan uang dirham miliknya, baru menjawab pertanyaanku. Dia memberikan tawakal itu haknya, sesuai perkataannya: ‘Aku malu menjawab pertanyaanmu sedang aku masih menyimpan sesuatu.’”

Ini dianggap sebagai hakikat tawakal oleh kaum sufi. Yaitu meninggalkan asbab. Mereka menganggap bahwa asbab tidak pengaruh dalam bab tawakal, tawakal boleh tanpa asbab.

Ibnul Jauzi mengatakan: Minimnya ilmu agama menimbulkan kerancuan seperti ini. Andai mereka tahu hakikat tawakal, tentulah mereka akan menyadari bahwa tidak ada pertentangan antara tawakal dan usaha/ikhtiar. Tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, dan ini tidak bertentangan dengan pergerakan raga ataupun badan dalam rangka berusaha ataupun melakukan antisipasi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman”
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا…
“Janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kuasamu), yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupannya…” (QS. An-Nisa'[4]: 5)

Maksudnya adalah dijadikan sebagai penopang raga kalian. Maka ini adalah usaha supaya tidak habis harta itu sehingga tidak ada sesuatu untuk menghidupi raganya ataupun jasmaninya. Artinya kita juga harus melakukan tindakan antisipasi supaya bisa melanjutkan hidup.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri pernah menggadaikan baju perang beliau untuk kebutuhan makanan pokok keluarga beliau selama satu tahun. Apakah itu bertentangan dengan tawakal? Nabi mengajarkan kepada kita harus ada usaha/ikhtiar yang konkret untuk bisa menyambung hidup. Bukan hanya bersandar kepada Allah lalu tidak mau berusaha, itu bukan tawakal.
Maka nabi bersabda:
نعم المال الصالح مع الرجل الصالح
“Sebaik-baik harta yang baik adalah harta yang dimiliki orang yang shalih.” (HR. Ahmad)
Orang yang shalih mengerti bagaimana dia menggunakan harta itu dengan baik, dan itu sebaik-baik harta.

Simak melalui: https://youtu.be/65VQAfqR6ho

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *