Maka hitungannya berbeda dengan ketika Idul Adha kita berkurban karena pahalanya berkali-kali lipat besarnya.
“Paling tidak satu keluarga itu jangan tidak menyembelih, jadikan hari itu hari bersenang-senang.
Hari raya yang sesungguhnya, hari makan dan minum.” ujar Buya Yahya.
Pembagian kurban jika menghendaki kurban sendiri di rumah adalah dibagi 3.
Yang mana sepertiga adalah untuk fakir miskin, sepertiga dimasak untuk tamu yang akan datang, sepertiga untuk keluarganya.
“Bagi orang yang meninggal dunia bagaimana?
Misalnya ada seorang anak, kalimat belum kurban itu pasti pemahamannya kurban seumur hidup sekali.
Yang ada adalah tidak kurban.
Kurban dan puasa arafah itu sama, setiap ada bulan haji sunnah puasa arah.
Setiap bulan haji sunnah kurban.” ujar Buya Yahya menjelaskan bagaimana muslim sebaiknya berkurban setiap tahunnya.
Mengenai bolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal Buya Yahya menjelaskan pendapat para ulama dari 3 mazhab.
- Mazhab Imam Abuhanifah
- Mazhab Imam Malik
- Mazhab Imam Ahmad
Mereka mengatakan boleh dan sah biarpun tidak berwasiat.
Dan itu termasuk-masuk bagian untuk bersedekah untuk orangtuanya.” ujar Buya Yahya.
Pandangan ketiga mazhab itu berasal dari hadist Nabi Muhammad SAW.
Yang mana Rasullullah SAW pernah menyembelih untuk umatnya.
“Ya Allah terimalah ini kurban dari Muhammad dan keluarganya dan umatnya semuanya.”
“Jadi kita pernah (diberikan) kurban oleh Nabi Muhammad SAW.
Lha umatnya itu yang sudah meninggal, ada yang masih hidup ada yang belum lahir.
Maka dari pemahaman inilah para ulama mengatakan nabi saja berkurban untuk umatnya dan umatnya ada yang sudah meninggal, masih hidup dan belum lahir.
Maka boleh-boleh saja.” ujar Buya Yahya.
Wallahu a’lam bishawab