Hajinews.co.id – Perdebatan mengenai larangan buka warung 24 jam mendapat tentangan. Hal ini bermula dari Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan PembinaanPasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Supermarket di Bali.
Aturan ini mengatur jam kerja toko. Hal ini terutama berdampak pada toko kelontong di Madura, karena mereka buka 24 jam sehari di Bali.
Itu adalah sebuah penolakan. Termasuk di Yogyakarta. Mereka menolak keras bila ada larangan Warung Madura buka 24 jam.
Hal itu disampaikan Ketua Departemen Hukum & Advokasi LBH Aryawiraraja Keluarga Madura Yogyakarta Mustofa dalam jumpa pers di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY Sabtu (27/4).
‘Padahal kita tahu bersama bahwa keberadaan Warung Madura tersebut justru menjadi salah satu motor penggerak sekaligus pendobrak ekonomi yang berbasis kerakyatan di bidang UMKM yang terdistribusi secara merata di berbagai daerah terutama di pelosok desa,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan ketika covid 19 melanda dunia dan ekonomi dunia kolaps. UMKM menjadi mercusuar dalam membantu gerak dan daya tahan ekonomi nasional.
“Ini adalah bukti nyata bahwa hanya bisnis bidang UMKM yang teruji dan bertahan di era covid,” lanjutnya.
Faktanya warung-warung tersebut membuka lapangan kerja bagi begitu banyak orang.
Bukan hanya masyarakat Madura, warung-warung semacam itu tumbuh di berbagai daerah dengan melibatkan masyarakat kecil terlibat langsung.
“Sudah menjadi rahasia umum ketika pelaku UMKM mentipkan jenis-jenis usahanya selalu terkadala oleh izin-izin dan aturan yag rumit. Seolah mereka tidak diberikan ruang untuk bersaing dengan bisnis-bisnis yang berskala modern,” paparnya.
Karena itu dia menyebut, perrda tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar yang berkaitan dengan mendapatkan pekerjaan adalah Pasal 27 ayat (2).