Defisit Transaksi Berjalan Naik
Hajinews.co.id – Tak ayal, defisit transaksi berjalan terus bertambah. Pada tahun 2023, Indonesia akan mencatat defisit transaksi berjalan sebesar 0,1% PDB. Defisit ini disebabkan oleh anjloknya harga komoditas dunia sehingga berdampak pada ekspor negara tersebut.
Pada 2024, Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit transaksi berjalan yang lebih tinggi. “Diperkirakan defisit ini akan berada dalam kisaran 0,1% hingga 0,9% dari PDB, menandakan manajemen keuangan negara memburuk,” ujarnya.
Achmad juga membeberkan kinerja neraca perdagangan yang tumbuh positif namun kurang berkesan. Di mana pada Januari 2024, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar US$ 2,01 miliar. “Ini menunjukkan penurunan dari US$ 3,31 miliar yang dicatat pada Desember 2023. Pada periode yang sama, surplus diperoleh terutama dari komoditas non-minyak dan gas seperti bahan bakar mineral seperti nikel ore dan bauksit serta minyak lemak hewan dan nabati, juga besi dan baja,” kata dia.
Karenanya dia menilai Indonesia membutuhkan reformasi ekonomi. “Fokusnya Menteri Keuangan kepada perbandingan yang sempit itu dapat mengalihkan perhatian dari kebutuhan untuk reformasi ekonomi yang lebih substantif,” ujar Achmad.
Ketidakseriusan dalam menghadapi pelemahan rupiah juga mencerminkan kegagalan dalam mengatasi masalah ekonomi yang lebih kompleks. Padahal, fokus yang sempit pada perbandingan nilai tukar dapat mengaburkan gambaran yang lebih besar, terutama masalah seperti ketergantungan yang tinggi terhadap utang luar negeri.
“Utang ini membebani anggaran negara dengan pembayaran bunga yang besar, membatasi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi dalam pembangunan ekonomi domestik,” katanya.
Demikian pula, defisit transaksi berjalan yang terus menerus mencerminkan ketidakseimbangan antara impor dan ekspor, yang menunjukkan kekurangan dalam daya saing produk domestik atau ketergantungan pada impor.
Ketidakseimbangan neraca perdagangan ini memperparah tekanan pada rupiah, membuat ekonomi Indonesia lebih rentan terhadap guncangan eksternal. “Sehingga, sangat penting untuk melakukan reformasi ekonomi yang lebih mendalam dan berkelanjutan, bukan hanya merespons fluktuasi nilai tukar semata. Kita perlu mendorong peningkatan produksi domestik dan diversifikasi ekspor untuk mencapai keseimbangan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan,” tegasnya.
Sumber: liputan6