Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Pembaca yang dirahmati Allah,
Hajinews.co.id – Dalam sebuah diskusi online, ada sebuah pertanyaan terkait pemakaian lambang bintang dan bulan sabit Muslim. Penanya mengatakan bahwa dirinya telah melakukan pencarian kata kunci di situs online ini dan mencari buku referensi perpustakaan. Nmun dia tidak dapat menemukan apa pun selain referensi ke bendera Kekaisaran Ottoman. Pertanyaan ini dijawab oleh Syekh Muhammad Salih al-Munajjid sebagai berikut.
Segala puji bagi Allah. Tidak ada dasar syariat untuk menjadikan bulan sabit atau bintang sebagai lambang umat Islam. Hal ini tidak diketahui pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, atau pada masa Khulafa al-Rasyidun (empat pemimpin Islam pertama setelah kematian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, atau selama masa dinasti Umayyah. Itu muncul beberapa waktu setelah itu, dan sejarawan berbeda tentang kapan simbol ini pertama kali diadopsi dan siapa yang pertama kali mengadopsinya.
Beberapa mengatakan itu dimulai di Persia, yang lain mengatakan itu dimulai di Yunani, dan bahwa simbol ini entah bagaimana diteruskan ke Muslim (lihat: Al-Taratib al-Idariyah oleh al-Kittani, 1/320). Dikatakan bahwa alasan mengapa umat Islam mengadopsi bulan sabit adalah karena ketika mereka menaklukkan beberapa negara barat, gereja-gereja di sana memiliki salib di atasnya, umat Islam mengganti salib dengan bulan sabit ini, dan praktiknya menyebar dengan cara ini.
Apapun masalahnya, simbol dan spanduk harus sesuai dengan ajaran Islam, dan karena tidak ada bukti bahwa simbol ini ditentukan oleh Islam, lebih baik tidak menggunakannya. Baik bulan sabit maupun bintang bukanlah simbol umat Islam, meskipun sebagian umat Islam mungkin menggunakannya sebagai simbol.
Adapun pendapat kaum Muslimin tentang bulan dan bintang-bintang, mereka percaya bahwa mereka adalah bagian dari ciptaan Allah, dan karena itu tidak dapat bermanfaat atau merugikan manusia, dan mereka tidak memiliki pengaruh apa pun atas peristiwa di bumi. Allah telah menciptakan mereka untuk kemaslahatan umat manusia, contohnya terlihat dalam ayat atau ayat Al-Qur’an,
يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ
لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ
مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا
الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji”. Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung (QS. Al-Baqarah, ayat 189).