Kultum 448: Yang Dilakukan ketika Gempa dan Sejenisnya

Yang Dilakukan ketika Gempa
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.


banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Al-Kasaani Rahimahullah berkata, “Adalah mustahab untuk berdoa pada setiap waktu peringatan, seperti ketika ada angin kencang, gempa bumi, kegelapan, dan hujan yang berkelanjutan, karena itu adalah penyebab alarm dan ketakutan” (dari Bada’i as-Sanaa’i, 1/282).

Dikatakan dalam Manh al-Jalil Sharh Mukhtasar Khalil (1/333), “Disarankan untuk berdoa ketika ada gempa bumi atau tanda-tanda menakutkan serupa seperti epidemi dan wabah, secara individu atau berjamaah, dua rakaat atau lebih. Kaum Hanbali membatasi anjuran shalat pada gempa bumi, karena itu diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas. Adapun tanda-tanda lainnya, tidak disyariatkan untuk shalat pada waktu-waktu itu (lihat: Kashshaf al-Qina’,  2/66).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ash-Shafa’i Rahimahullah berpandangan bahwa disyariatkan untuk shalat pada saat-saat tanda-tanda ini secara individual, tetapi tidak disyariatkan untuk shalat berjamaah pada saat-saat seperti itu (lihat: al-Majmu’, 5/61, oleh an-Nawawi). Sementara itu, Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berpendapat bahwa shalat disyariatkan jika ada tanda-tanda. Dia Rahimahullah berkata, “Shalat gerhana dapat dilakukan pada semua kesempatan ketika ada tanda, seperti gempa bumi dan peristiwa lainnya”. Ini adalah pandangan Abu Hanifah dan diriwayatkan dari Ahmad. Itu juga pandangan di antara sahabat kita dan orang lain (kutipan dari: al-Fatawa al-Kubra, 5/358).

Syekh Ibn ‘Utsaimin Rahimahullah menyebutkan tiga pendapat tentang masalah ini, yang ketiga adalah bahwa doa ini dapat dilakukan pada saat tanda-tanda menakutkan. Kemudian dia Rahimahullah berkata, “Pandangan terakhir ini adalah pandangan yang disukai oleh Syekh al-Islam Ibn Taimiyah Rahimahullahu, dan itu adalah pandangan yang sangat kuat. Ini adalah pandangan yang lebih benar” (kutipan dari: ash-Sharh al-Mumti’, 5/93).

Jadi dari berbagai pendapat yang diuraikan di atas, bisa disimpulkan bahwa shalat lebih rajin, shalat khusus ketika ada bencana-bencana tertentu, dan memperbanyak berdoa dan mengingat Allah, itu semua bersifat mustahab. Menurut Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari, yang paling shahih, yakni lafazh mustahab dan muraghghab fiih, maknanya sama, dan definisinya adalah, الفعل غير الكف المطلوب طلبا غير جازم  = Perbuatan yang dituntut untuk dilakukan, bukan untuk ditinggalkan, dengan tuntutan yang sifatnya tidak mengikat (tidak wajib dilakukan).

Dua ayat yang dikutip di atas juga mengingatkan akan kekuasaan Allah yang maha dahsyat. Jadi, adalah wajar jika kita diperingatkan, maka kita harus lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala yang menciptakan segala sesuatu, termasuk becana gempa dan bencana lain yang bisa menghancurkan suatu negeri. Allahu ya’lam.

Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat kita untuk bersyukur karena dijadikan Allah hamba yang beriman, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                        —ooOoo—

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *