Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Pembaca yang dirahmati Allah,
Hajinews.co.id – Mungkin karena Ramadhan dua bulan lalu lebih semarak dan lebih membuat umat Islam di Indonesia bersemangat, maka bulan Dzulhijjah jadi agak terabaikankan. Memang di Indonesia, suasana semarak ibadah terjadi di bulan ramadhan. Salah satu buktinya adalah masjid-masjid yang biasanya sepi, mendadak membludak di awal Ramadhan.
Di bulan Ramadhan, jamaah shalat Subuh yang umumnya dihadiri satu shaf bahkan kurang dari itu, menjadi dua atau tiga bahkan 4 shaf. Orang yang malas shalat berjamaah di masjid pun akan ikut berlomba shalat berjamaah di masjid. Peristiwa demikian hanya bisa dijumpai di bulan Ramadhan.
Tapi sayang sekali suasana semarak ibadah demikian tiba-tiba hilang begitu saja saat Ramadhan berakhir. Ada kesan bahwa seolah bulan suci untuk ladang pahala hanyalah bulan Ramadhan. Sedangkan bulan Dzulhijjah, belum seperti tiu atau mungkin terabaikan.
Masyarakat kita belum banyak yang memahami bahwa di bulan Dzulhijjah, amal sahlih juga dilipat gandakan. Pahala di bulan Dzulhijjah juga dilipat gandakan sebagaimana pahala yang dijanjikan ketika Ramadhan. Dari Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ:
رَمَضَانُ، وَذُو الحَجَّةِ
Artinya:
Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak akan berkurang, keduanya dua bulan hari raya, bulan Ramadlan dan bulan Dzulhijjah (HR. Bukhari no. 1912 dan Muslim no. 1089).
Tampakanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyandingkan bulan Dzulhijjah dengan Ramadhan untuk memotivasi umat Muslim. Beliau menyebutkan bahwa pahala amal iabadah di dua bulan ini tidak berkurang. Adapun rentang waktu yang paling mulia adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Dalam surat al-Fajr, Allah berfirman, وَ الْفَجْرِ * وَلَيَالٍ عَشْرٍ “Demi fajar, dan demi malam yang sepuluh” (QS. Al-Fajr, ayat 1 – 2).
Ibnu Rajab menjelaskan bahwa malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Demikian tafsir yang benar dan tafsir yang dipilih mayoritas ahli tafsir dari kalangan sahabat dan ulama setelahnya. Lebih dari itu, tafsir inilah yang sesuai dengan riwayat dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma.
1 Komentar