Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Pembaca yang dirahmati Allah,
Hajinews.co.id – Kita semua mafhum, bahwa berkurban adalah sesuatu yang disyari’atkan berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ atau konsensus. Namun demikian, satu hal yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah berkurban itu wajib atau sunnah. Dalam hal ini, para ulama juga memiliki pendapat yang berbeda.
Sebagian ulama memandang bahwa berkurban itu diwajibkan bagi orang-orang yang mampu. Adapun yang berpendapat demikian ini misalnya Abu Yusuf, Rabi’ah, Al Laits bin Sa’ad, Al Awza’i, Ats Tsauri, dan Imam Malik. Mereka berpendapat demikian atas dasar firman Allah Subahanhu wata’ala, فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ yang artinya, “Dirikanlah shalat dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar, ayat 2).
Mereka juga berpendapat bahwa hadits (ayat) ini menggunakan kata perintah, dan asal perintah adalah wajib. Jadi jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam diwajibkan dalam hal ini, maka begitu pula dengan umatnya. Sedangkan berdasarkan hadits, mereka berdalil hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ
فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
Artinya:
Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami (HR. Ibnu Majah no. 3123).
Sementara itu, sebagian ulama yang lain memandang bahwa berkurban itu sunnah dan tidak wajib. Pendapat ini merupakan mayoritas, dan mereka berpendapat bahwa menyembelih qurban adalah sunnah mu’akkad. Para ulama yang berpendapat demikian misalnya ulama Syafi’iyyah, ulama Hambali, pendapat Imam Malik, dan pendapat Abu Yusuf (murid Abu Hanifah).
Pendapat demikian juga merupakan pendapat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Bilal, Abu Mas’ud Al Badriy, Suwaid bin Ghafalah, Sa’id bin Al Musayyab, ‘Atho’, ‘Alqomah, Al Aswad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir. Mereka berpendapat demikian berdasarkan dalil dari Ummu Salamah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ
وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ
فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Artinya:
Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya (HR. Muslim no. 1977).