Kultum 468: Badal Haji dan Umrah

Badal Haji dan Umrah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.


banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.idBadal haji atau umrah adalah ibadah haji atau umrah yang dilakukan seseorang atas nama orang lain yang sudah meninggal atau yang tidak mampu berangkat karena alasan kondisi fisik. Berdasarkan kesepakatan ulama, seseorang yang masih mampu untuk melakukannya sendiri maka haji atau umrohnya tidak boleh dibadalkan. Jadi orang yang tidak mampu untuk berhaji atau berumrah, ada dua macam. Mereka itu adalah orang yang (1) sudah meninggal dunia, dan (2) masih hidup akan tetapi kondisinya sudah tidak mampu lagi untuk melaksanakan haji atau umrah.

Ketidakmampuan itu mungkin disebabkan karena terlalu tua atau sakit parah dan susah diharapkan kesembuhannya secara medis. Demikian juga jika seseorang meninggal, maka ada dua kondisi dalam hal berhaji. Jika ia meninggal dalam kondisi telah berkewajiban berhaji, yakni ia meninggalkan harta yang cukup baginya untuk melaksanakan haji, maka wajib untuk dihajikan (dibadalkan), terlepas dari telah mewasiatkan atau tidak. Dalam hal ini, Ibnu Abbas meriwayatkan tatkala haji wada’, ada seorang wanita dari Khosyam bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى

عِبَادِهِ فِي الحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا

كَبِيرًا، لاَ يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ،

أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ نَعَمْ

Artinya:

Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban haji yang Allah wajibkan terhadap para hamba-Nya telah mengenai ayahku yang sudah dalam kondisi tua, ia tidak kokoh untuk naik di atas tunggangan, maka apakah aku menghajikannya?” maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya” (HR. Al-Bukhari no. 1513 dan Muslim no. 1334).

Untuk haji badal, orang yang hendak melakukan haji badalnya harus sudah haji terlebih dahulu. Dari Ibnu Abbas, ia mengatakan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ

رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ، قَالَ:

مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ لِي  أَوْ قَرِيبٌ لِي

قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟

قَالَ: لَا، قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ

ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Artinya:

Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seseorang berkata, ‘Labbaik untuk Syubrumah’, Nabi bertanya, ‘Siapa Syuburmah?’, ia berkata, ‘Saudaraku’ atau ‘Kerabatku’, Nabi berkata, ‘Engkau sudah haji?’, ia berkata, ‘Belum’, Nabi berkata, ‘Hajikan dulu dirimu baru hajikan Syubrumah!’ (HR. Abu Dawud no 1811, Ibnu Majah no 2903, Ibnu Khuzaimah no 3039, Ibnu Hibban no 3988, dan At-Thobroni no 12419, dishahihkan oleh Al-Albani dan al-Arnauth).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *