Kultum 463: Iedul Adha, Kurban, Hukum, dan Hikmahnya

Iedul Adha dan Kurban
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.


banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Menurut Imam Al-Jauhari dari Al-Ashmu’i ada 4 kata sehubungan dengan Iedul Adha, yaitu kata اضحية , atau  أُضْحِيَّةٌ  atau  إِضْحِيَّةٌ  atau bentuk jamaknya  أَضَاحِي  dengan mentasydid ya’ atau tanpa mentasydidnya (takhfif). Bahkan kata   ضَحِيَّةٌ  dengan memfathah huruf dhad, yang bentuk jamaknya  ضَحَايَا  atau  أَضْحَاةٌ  dan bentuk jamaknya adalah  أَضْحَى . Berdasarkan kata inilah penamaan hari raya  أَضْحَى  atau Adha diambil. Jadi secara lughawiyah (bahasa), maka diperoleh kata-kata ضَحَّى يُضَحِّي تَضْحِيَةً فَهُوَ مُضَحٍّ . Dalam hal ini, Al-Qadhi menjelaskan, “Disebut demikian karena pelaksanaan (penyembelihan) adalah pada waktu ضُحًى (dhuha) yaitu hari mulai siang”.

Karena itu definisi secara syar’i, sebagai dijelaskan oleh Al-‘Allamah Abu Thayyib Muhammad Syamsulhaq Al-‘Azhim Abadi dalam kitab ‘Aunul Ma’bud (7/379), “Hewan yang disembelih pada hari nahr (Iedul Adha) dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah”. Sedangkan dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya menyembelih hewan qurban adalah (1) Al-Qur’an, (2) As-Sunnah, dan (3) kesepakatan para ulama. Dalil dari Al-Qur’an, antara lain adalah firman Allah Subhanahu wata’ala, فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban” (QS. Al-Kautsar, ayat 2).

Menurut sebagian ahli tafsir (misalnya Ikrimah, Mujahid, Qatadah, ‘Atha’, dan yang lainnya) dalam ayat ini ada perintah menyembelih hewan qurban. Sedangkan Asy-Syinqithi Rahimahullahu dalam Adhwa’ul Bayan (3/470) menegaskan, “Tidak samar lagi bahwa menyembelih hewan qurban masuk dalam keumuman ayat”.

Sementara itu, yang juga dari keumuman firman Allah Subhanahu wata’ala,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ

اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ

اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ

جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا

الْقَانِعَ وَالْمُعْتَ

Artinya:

Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat), kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta (QS. Al-Hajj, ayat 36).

Menurut Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi di dalam kitab Fathur Rabbil Wadud (1/370), keumuman ayat ini untuk menunjukkan syariat menyembelih hewan qurban. Beliau menjelaskan, “Kata unta-unta mencakup semua hewan sembelihan baik itu unta, sapi, atau kambing”.  Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah sebagaimana yang ditunjukkan oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan perbuatannya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *